10 Muharram: Spirit Asyura Hadapi Badai Zaman
- account_circle Alexander Joli
- calendar_month Ming, 6 Jul 2025
- visibility 85
- comment 0 komentar

Ilustrasi
Depok Inside | Depok, 6 Juli 2025 – Setiap tahun, kalender Islam mengantarkan kita pada tanggal 10 Muharram, sebuah hari yang dikenal luas sebagai Asyura. Bagi mayoritas umat Muslim, hari ini adalah momentum refleksi mendalam, memperingati salah satu peristiwa paling tragis namun penuh makna dalam sejarah Islam: syahidnya cucu Rasulullah SAW, Imam Hussein bin Ali, di Karbala. Di tengah hiruk pikuk dan tantangan zaman ini, pertanyaan mendasar muncul: Bagaimana kita memaknai Asyura hari ini? Sejauh mana relevansi pesan-pesan abadi dari peristiwa tersebut dengan situasi yang kita hadapi?
Asyura di Pusaran Dinamika Global: Antara Sejarah dan Realitas Kontemporer
Dunia kini berputar dengan kecepatan yang luar biasa. Informasi menyebar dalam hitungan detik, teknologi terus meredefinisi cara kita hidup, dan isu-isu global seperti perubahan iklim, ketidakadilan sosial, serta konflik kemanusiaan masih menjadi bayang-bayang pekat yang menuntut perhatian kita. Di Indonesia sendiri, kita terus menyaksikan dinamika politik yang tak henti, gejolak ekonomi yang kadang tak terduga, serta tantangan dalam menjaga tenun kebangsaan di tengah keberagaman yang ada. Dalam konteks realitas inilah, peristiwa Asyura menawarkan lensa introspeksi yang jernih untuk memahami kondisi zaman.
Keteladanan Imam Hussein: Manifestasi Keberanian Intelektual dan Keadilan Struktural
Peristiwa Karbala bukanlah sekadar lembaran kelabu dalam sejarah masa lalu. Lebih dari itu, ia adalah cermin abadi yang memantulkan perjuangan fundamental antara kebenaran (al-haqq) dan kebatilan (al-batil), antara keadilan dan tirani. Imam Hussein, meskipun dengan keterbatasan pasukannya, memilih untuk tidak tunduk pada kezaliman. Keputusannya untuk tetap berpegang teguh pada prinsip, bahkan dengan mengorbankan nyawa, adalah sebuah deklarasi tegas tentang harga diri, integritas moral, dan keberanian untuk berdiri tegak demi keadilan, sekalipun harus menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar dan menindas. Ini adalah pelajaran tentang revolusi nilai, bukan sekadar revolusi bersenjata.
Dalam narasi hari ini, semangat Karbala termanifestasi dalam berbagai bentuk perjuangan. Kita menyaksikannya pada para aktivis yang gigih menyuarakan hak-hak kelompok minoritas yang tertindas, meskipun dihadapkan pada ancaman dan intimidasi. Kita melihatnya pada para pejuang lingkungan yang berani membela hutan dan lautan dari eksploitasi yang merusak masa depan. Kita mengapresiasi mereka yang tak lelah mengadvokasi kesetaraan dan keadilan bagi semua, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang. Mereka semua, dalam caranya masing-masing, adalah penerus estafet semangat Imam Hussein yang menolak menyerah pada ketidakadilan sistemik.
Solidaritas dan Persatuan: Resonansi Pesan Abadi Asyura
Asyura juga merupakan pengingat vital akan urgensi persatuan dan solidaritas umat. Tragedi Karbala adalah peringatan pahit akan bahaya perpecahan dan ambisi duniawi yang dapat mengoyak kohesi sosial. Di tengah polarisasi yang terkadang mencuat di masyarakat kita, baik itu karena perbedaan pandangan politik, isu-isu sosial, atau bahkan hoaks yang memecah belah, Asyura mengajak kita untuk merenung: Apakah kita akan membiarkan perbedaan menguasai dan memecah belah, ataukah kita mampu menemukan titik temu dan bekerja sama demi kemaslahatan bersama, membangun jembatan di atas jurang perbedaan?
Menghidupkan Semangat Asyura di Masa Kini: Aksi Nyata untuk Perubahan
Maka, di tanggal 10 Muharram 1447 H ini, mari kita tidak hanya sekadar mengenang, tetapi juga menghidupkan kembali semangat Asyura dalam tindakan nyata yang berlandaskan pemahaman mendalam. Mari kita jadikan keberanian dan integritas Imam Hussein sebagai inspirasi untuk berani menyuarakan kebenaran, untuk tidak takut membela yang lemah dan tertindas, serta untuk senantiasa memperjuangkan keadilan di setiap lini kehidupan, baik dalam skala personal, komunal, maupun struktural. Mari kita bangun solidaritas yang kokoh, perkuat persatuan bangsa, dan secara proaktif menjadi agen perubahan yang positif bagi masyarakat.
Asyura bukan hanya tentang duka dan kesedihan, melainkan tentang harapan yang tak padam dan ketahanan (resilience) yang tak tergoyahkan. Ini adalah pengingat abadi bahwa bahkan dalam kegelapan yang paling pekat sekalipun, cahaya kebenaran dan keadilan akan selalu menemukan jalannya, asalkan ada individu atau komunitas yang berani berdiri tegak untuk memperjuangkannya.(Red).
- Penulis: Alexander Joli
- Editor: Redaksi
- Sumber: Depoki Inside